Beliau ‘Alaihissalam bernama Nuh bin Lamak bin Mattusylikh bin Khanuk -beliau adalah Nabi Idris ‘Alaihissalam- bin Yard bin Mahla’il bin Qainan bin Anusy bin Syits bin Adam Abul Basyar ‘Alaihissalam. Beliau lahir 126 tahun setelah wafatnya Nabi Adam
sebagaimana yang disebutkan Ibnu Jarir Ath-Thabari dan selainnya. Sementara menurut sejarah ahli kitab, jarak antara kelahiran Nuh dan kematian Adam adalah 146 tahun yaitu antara keduanya dipisahkan 10 abad. Hal ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan Al-Hafizh Ibnu Hibban, dari sahabat Abu Umamah, ia berkata bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, “Wahai Rasul, apakah Adam itu termasuk seorang Nabi?” Beliau bersabda, “Benar.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Berapa jarak antara Adam dengan Nuh?” Rasulullah bersabda, “10 abad.” Ibnu Hibban berkata bahwa riwayat ini sesuai syarat Imam Muslim namun ia tidak meriwayatkannya. [HR Ibnu Hibban no. 6190; Ath-Thabrani (Mu'jam Al-Kabir no. 5745); Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Ash-Shahihah no. 2668].
Disamping itu dalam
Shahih Bukhari diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Antara Adam dan Nuh
terdapat jarak 10 abad, semuanya (beragama) Islam.” [Asy-Syaikh Abdullah
At-Turki, pentahqiq kitab berkata bahwa ia tidak mengetahui riwayat ini dalam
Shahih Bukhari, tetapi diriwayatkan Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam Tafsir (29/99)
dari jalan Ikrimah]. Jika yang dimaksud abad disini adalah seratus tahun, maka
jarak antara keduanya adalah seribu tahun tetapi tidak dapat dinafikan pula
bahwa jaraknya lebih dari itu berlandaskan apa yang dikatakan Ibnu Abbas dengan
menyertakan kata Islam dalam riwayat tersebut, yaitu bisa jadi ada jarak
beberapa abad bahwa mereka tidak dalam keadaan Islam tetapi hadits Abu Umamah
menandakan bahwa hanya terbatas pada 10 abad. Selain itu Ibnu Abbas menambahkan
bahwa semuanya sudah memeluk Islam. Maka ini membantah perkataan ahli sejarah
dan ahli kitab bahwa Qabil dan lainnya menyembah api. Dengan demikian, generasi
sebelum Nuh berumur panjang. Allahu a’lam.
Nabi Nuh Diutus Allah
Kepada Para Penyembah Berhala
Nabi Nuh ‘Alaihissalam
diutus Allah Ta’ala pada saat umat manusia menyembah berhala dan thaghut.
Selain itu umat manusia memerintahkan kepada kesesatan dan kekafiran, maka
Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi Nuh sebagai bentuk rahmatNya. Beliau adalah
seorang Rasul pertama yang diutus ke bumi sebagaimana yang dikatakan oleh para
ahli Mahsyar pada hari kiamat [Lihat Shahih Muslim hadits no. 292, Kitab Iman].
Nama kaum Nuh adalah Bani Rasib sebagaimana yang menjadi pendapat Ibnu Jarir
Ath-Thabari dan yang lainnya.
Para ulama dan ahli
sejarah berbeda pendapat tentang pada usia keberapakah Nabi Nuh diutus sebagai
Rasul, rinciannya sebagai berikut :
- Ada yang
berpendapat, beliau diutus pada saat berusia 50 tahun.
- Ada yang berpendapat
pada saat berusia 350 tahun.
- Ada pula sebuah
riwayat yang mengatakan dia diutus pada usia 480 tahun. Berbagai pendapat ini
disebutkan oleh Ibnu Jarir dan dia menyandarkan pendapat yang ketika kepada
Ibnu Abbas.
Asal-Muasal
Penyembahan Berhala Pada Kaum Nabi Nuh
Allah Ta’ala berfirman
:
لَقَدْأَرْسَلْنَانُوحًاإِلَىقَوْمِهِفَقَالَيَاقَوْمِاعْبُدُوااللَّهَمَالَكُمْمِنْإِلَهٍغَيْرُهُإِنِّيأَخَافُعَلَيْكُمْعَذَابَيَوْمٍعَظِيمٍ
قَالَالْمَلأمِنْقَوْمِهِإِنَّالَنَرَاكَفِيضَلالٍمُبِينٍ
قَالَيَاقَوْمِلَيْسَبِيضَلالَةٌوَلَكِنِّيرَسُولٌمِنْرَبِّالْعَالَمِينَ
أُبَلِّغُكُمْرِسَالاتِرَبِّيوَأَنْصَحُلَكُمْوَأَعْلَمُمِنَاللَّهِمَالاتَعْلَمُونَ
أَوَعَجِبْتُمْأَنْجَاءَكُمْذِكْرٌمِنْرَبِّكُمْعَلَىرَجُلٍمِنْكُمْلِيُنْذِرَكُمْوَلِتَتَّقُواوَلَعَلَّكُمْتُرْحَمُونَ
فَكَذَّبُوهُفَأَنْجَيْنَاهُوَالَّذِينَمَعَهُفِيالْفُلْكِوَأَغْرَقْنَاالَّذِينَكَذَّبُوابِآيَاتِنَاإِنَّهُمْكَانُواقَوْمًاعَمِينَ
“Sesungguhnya Kami
telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah
Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” Sesungguhnya (kalau kamu
tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar
(kiamat). Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami memandang kamu
berada dalam kesesatan yang nyata”. Nuh menjawab: “Hai kaumku, tak ada padaku
kesesatan sedikit pun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam”. “Aku
sampaikan kepadamu amanat-amanah Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, dan
aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui”. Dan apakah kamu (tidak
percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan
perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan
kepadamu dan mudah-mudahan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat? Maka
mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang
bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).” [QS
Al-A'raaf : 59-64].
Di awal sudah
disebutkan bahwa jarak antara Adam dan Nuh adalah 10 abad, semuanya berada di
atas Islam. Kemudian setelah abad-abad yang lurus itu maka terjadilah berbagai
masalah hingga akhirnya keadaan umat manusia di zaman itu pun berubah kepada
penyembahan berhala. Adapun sebabnya adalah seperti apa yang difirmankan oleh
Allah Ta’ala :
وَقَالُوالاتَذَرُنَّآلِهَتَكُمْوَلاتَذَرُنَّوَدًّاوَلاسُوَاعًاوَلايَغُوثَوَيَعُوقَوَنَسْرًا
“Dan mereka berkata:
“Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan
pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’,
yaghuts, ya’uq dan nasr”. [QS Nuh : 23]. Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini bahwa
yang dimaksud oleh ayat ini adalah nama-nama orang shalih dari kaum Nabi Nuh
‘Alaihissalam. Demikianlah yang diriwayatkan Imam Bukhari dari jalan Ibnu
Juraij, dari Atha’. [HR Bukhari no. 4566, Kitab Tafsir, Bab Tafsir Surat Nuh :
23]
Ketika orang-orang
shalih itu telah wafat, syetan mengilhamkan kepada kaum mereka untuk membuatkan
berhala-berhala mereka di majelis tempat mereka biasa beribadah dan
menamakannya dengan nama-nama mereka. Maka kaum pun melakukannya, tetapi
berhala-berhala itu belum disembah melainkan setelah mereka semua wafat dan ilmu
pun telah hilang, terjadilah penyembahan berhala-berhala oleh kaum tersebut.
Ibnu Abbas berkata, berhala-berhala yang ada pada kaum Nabi Nuh ini juga ada
pada berhala bangsa Arab jahiliyyah. Demikianlah yang dikatakan Ikrimah,
Adh-Dhahhak, Qatadah dan Ibnu Ishaq.
Imam Ibnu Abu Hatim
meriwayatkan dari Urwah bin Az-Zubair bahwa ia berkata, “Wadd, Yaghuts, Ya’uq,
Suwa’ dan Nasr adalah keturunan Nabi Adam. Wadd adalah orang yang paling tua
dan yang paling ta’at kepada Allah Ta’ala. [HR Ibnu Abu Hatim (At-Tafsir no.
18996)].
Ibnu Abu Hatim
berkata, disebutkan Yazid bin Al-Muhallab di hadapan Abu Ja’far Muhammad
Al-Baqir. Al-Baqir berkata, “Sesungguhnya dia mati terbunuh di sebuah daerah
yang di dalamnya terjadi penyembahan selain Allah untuk pertama kali.” Kemudian
ditanyakan padanya tentang Waddan, Al-Baqir menjawab, “Dia seorang lelaki
muslim, sangat dicintai kaumnya. Ketika ia wafat, mereka mengelilingi
kuburannya dan meratap disana. Lalu datanglah iblis melihat kesempatan ini
dengan berwujud sebagai manusia, ia berkata kepada mereka, ‘Aku mendengar
ratapan kalian, apakah kalian mau aku gambarkan wajahnya sehingga bisa kalian
kenang?’ Mereka menjawab, ‘Ya, kami mau.’ Kemudian iblis pun menggambarkannya.
Mereka pun meletakkan gambar tersebut di majelis agar mereka mudah
mengingatnya. Iblis pun melanjutkan tipuannya, ‘Apakah kalian mau aku buatkan
patung hingga bisa kalian letakkan di rumah-rumah kalian untuk dikenang?’
Mereka menjawab, ‘Ya, kami mau.’ Maka Iblis pun membuatkannya untuk setiap
pemilik rumah satu berhala.” [HR Ibnu Abu Hatim (At-Tafsir no. 18997), didalam
perawinya ada Abu Al-Muthahhir. Syaikh Al-Albani berkata bahwa dia tidak
dikenal dan Ad-Daulabi tidak mencantumkannya dalam Al-Kuna wa Al-Asma'].
Dari sini dapat kita
ambil pelajaran bahwa semua berhala ini disembah oleh sekelompok manusia.
Dengan semakin bergulirnya zaman, gambar-gambar itu pun mereka personifikasikan
menjadi berhala yang berjasad agar tampak lebih nyata kemudian setelah itu
mereka menyembah berhala tersebut dan menyekutukan Allah Ta’ala, metode ibadah
mereka pun sangat beragam.
“Sembahlah Allah,
Jauhilah Berhala dan Thaghut”
Ketika Allah Ta’ala
mengutus Nuh ‘Alaihissalam, beliau menyeru kaumnya untuk beribadah dan
menyembah kepada Allah Ta’ala semata, tidak beribadah kepada selainNya seperti
berhala, patung dan thaghut. Beliau menyeru agar kaumnya mengesakan Allah,
tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan tidak ada Rabb seperti Dia.
Allah Ta’ala berfirman :
وَلَقَدْبَعَثْنَافِيكُلِّأُمَّةٍرَسُولاأَنِاعْبُدُوااللَّهَوَاجْتَنِبُواالطَّاغُوتَفَمِنْهُمْمَنْهَدَىاللَّهُوَمِنْهُمْمَنْحَقَّتْعَلَيْهِالضَّلالَةُفَسِيرُوافِيالأرْضِفَانْظُرُواكَيْفَكَانَعَاقِبَةُالْمُكَذِّبِينَ
“Dan sesungguhnya Kami
telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang
diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah
pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” [QS An-Nahl :
36].
Kemudian firmanNya :
وَمَاأَرْسَلْنَامِنْقَبْلِكَمِنْرَسُولٍإِلانُوحِيإِلَيْهِأَنَّهُلاإِلَهَإِلاأَنَافَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak
mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya:
“Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku”. [QS Al-Anbiya' : 25].
Nabi Nuh ‘Alaihissalam
menyeru dan berdakwah kepada kaumnya dengan berbagai macam cara, siang, malam,
baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, terkadang dengan targhib
(motivasi), terkadang dengan tarhib (ancaman), semua karena beliau ingin agar
kalimat Tauhid tegak di muka bumi, namun tidak pernah berhasil, bahkan sebagian
besar kaumnya tetap berada dalam kesesatan dan kekafiran dengan terus beribadah
kepada patung dan berhala. Para pemuka kaum Nuh dan rakyatnya yang kafir malah
mengancam Nabi Nuh dan mengancam siapa saja yang beriman kepada Nuh dengan
rajam dan pengusiran. Allah Ta’ala berfirman :
قَالَالْمَلأمِنْقَوْمِهِإِنَّالَنَرَاكَفِيضَلالٍمُبِينٍ
قَالَيَاقَوْمِلَيْسَبِيضَلالَةٌوَلَكِنِّيرَسُولٌمِنْرَبِّالْعَالَمِينَ
“Pemuka-pemuka dari
kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang
nyata”. Nuh menjawab: “Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi
aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam”. [QS Al-A'raaf : 60-61]. Ibnu Katsir
berkata, maksud ayat ini adalah, aku bukanlah seorang yang sesat sebagaimana
yang kalian sangka bahkan aku berada di atas petunjuk yang lurus, seorang
utusan dari Allah, Tuhan semesta alam.
Namun kaum Nabi Nuh
dan para pemukanya berkata kepada Nabi Nuh sebagaimana firman Allah Ta’ala :
فَقَالَالْمَلأالَّذِينَكَفَرُوامِنْقَوْمِهِمَانَرَاكَإِلابَشَرًامِثْلَنَاوَمَانَرَاكَاتَّبَعَكَإِلاالَّذِينَهُمْأَرَاذِلُنَابَادِيَالرَّأْيِوَمَانَرَىلَكُمْعَلَيْنَامِنْفَضْلٍبَلْنَظُنُّكُمْكَاذِبِينَ
Maka berkatalah
pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak melihat kamu, melainkan
(sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat
orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara
kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu
kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang
yang dusta”. [QS Huud : 27]. Ibnu Katsir berkata, perkataan kaum Nuh, “Yang
lekas percaya saja,” ini adalah celaan dan hinaan kepada pengikut Nuh
karena mereka mau saja menerima apapun yang dikatakan Nabi Nuh tanpa adanya
perdebatan dan pertimbangan. Adapun perkataan kekafiran kaum Nuh untuk Nabi Nuh
dan para pengikutnya adalah, “kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu
kelebihan apa pun atas kami,” maksudnya adalah tidak terlihat jelas
kelebihan kalian (Nabi Nuh dan para pengikutnya) setelah kalian memeluk Islam
atas diri kami.
Nabi Nuh berkata
kepada mereka sebagaimana firman Allah Ta’ala :
قَالَيَاقَوْمِأَرَأَيْتُمْإِنْكُنْتُعَلَىبَيِّنَةٍمِنْرَبِّيوَآتَانِيرَحْمَةًمِنْعِنْدِهِفَعُمِّيَتْعَلَيْكُمْأَنُلْزِمُكُمُوهَاوَأَنْتُمْلَهَاكَارِهُونَ
“Hai kaumku, bagaimana
pikiranmu, jika aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya
aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami
paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?” [QS Huud : 28].
Inilah sikap lemah lembut Nabi Nuh ‘Alaihissalam dan metode dakwah yang santun
untuk mengajak umat manusia ke jalan kebenaran. Namun tetap saja kaumnya tidak
mau mendengar perkataan beliau, bahkan mereka menyuruh Nabi Nuh untuk mengusir
pengikut-pengikutnya yang terdiri dari orang-orang fakir dan kaum papa jika
Nabi Nuh masih ingin tinggal di negeri itu. Nabi Nuh berkata :
وَيَاقَوْمِمَنْيَنْصُرُنِيمِنَاللَّهِإِنْطَرَدْتُهُمْأَفَلاتَذَكَّرُونَ
وَلاأَقُولُلَكُمْعِنْدِيخَزَائِنُاللَّهِوَلاأَعْلَمُالْغَيْبَوَلاأَقُولُإِنِّيمَلَكٌوَلاأَقُولُلِلَّذِينَتَزْدَرِيأَعْيُنُكُمْلَنْيُؤْتِيَهُمُاللَّهُخَيْرًااللَّهُأَعْلَمُبِمَافِيأَنْفُسِهِمْإِنِّيإِذًالَمِنَالظَّالِمِينَ
Dan (dia berkata):
“Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir
mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?” Dan aku tidak mengatakan
kepada kamu (bahwa): “Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari
Allah, dan aku tiada mengetahui yang gaib, dan tidak (pula) aku mengatakan:
“Bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat”, dan tidak juga aku mengatakan kepada
orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: “Sekali-kali Allah tidak
akan mendatangkan kebaikan kepada mereka”. Allah lebih mengetahui apa yang ada
pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk
orang-orang yang zhalim.” [QS Huud : 30-31].
Nabi Nuh juga seorang
manusia, maka beliau tidaklah mengetahui hal-hal ghaib melainkan sebatas yang
diwahyukan Allah kepadanya. Dan beliau tidak akan bersaksi bahwa pengikutnya
yang terdiri dari orang-orang fakir itu tidak memiliki kebaikan akan tetapi
Allah Maha Mengetahui mereka dan mereka akan diganjar atas apa yang mereka lakukan.
Allah Ta’ala berfirman :
قَالُواأَنُؤْمِنُلَكَوَاتَّبَعَكَالأرْذَلُونَ
قَالَوَمَاعِلْمِيبِمَاكَانُوايَعْمَلُونَ
إِنْحِسَابُهُمْإِلاعَلَىرَبِّيلَوْتَشْعُرُونَ
وَمَاأَنَابِطَارِدِالْمُؤْمِنِينَ
Mereka berkata:
“Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah
orang-orang yang hina?” Nuh menjawab: “Bagaimana aku mengetahui apa yang telah
mereka kerjakan? Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada
Tuhanku, kalau kamu menyadari. Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir
orang-orang yang beriman. [QS Asy-Syu'ara : 111-114].
Kaum Nabi Nuh Meminta
Azab
Allah Ta’ala berfirman
:
فَلَبِثَفِيهِمْأَلْفَسَنَةٍإِلاخَمْسِينَعَامًا
“Maka ia tinggal di
antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.” [QS Al-Ankabut : 14]
Waktu terus bergulir
namun perdebatan terus terjadi antara Nabi Nuh dengan kaumnya yang kafir.
Bersamaan dengan masa yang lama ini (seribu tahun kurang lima puluh tahun),
tidak ada yang beriman kepada Nabi Nuh ‘Alahissalam melainkan hanya beberapa
orang saja. Setiap satu generasi akan habis maka mereka mewasiatkan kepada
orang-orang yang hidup setelahnya untuk tidak beriman kepada beliau,
memerintahkan untuk memeranginya dan mengingkarinya. Maka, karakteristik kaum
Nabi Nuh adalah kaum yang menolak kebenaran dan keimanan. Mereka meminta kepada
Nabi Nuh untuk tidak memperpanjang bantahan, oleh karena itu mereka minta
didatangkan azab jika memang beliau adalah orang yang benar. Perkataan mereka :
قَالُوايَانُوحُقَدْجَادَلْتَنَافَأَكْثَرْتَجِدَالَنَافَأْتِنَابِمَاتَعِدُنَاإِنْكُنْتَمِنَالصَّادِقِينَ
قَالَإِنَّمَايَأْتِيكُمْبِهِاللَّهُإِنْشَاءَوَمَاأَنْتُمْبِمُعْجِزِينَ
Hai Nuh, sesungguhnya
kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu
terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada
kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. Nuh menjawab: “Hanyalah Allah
yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki dan kamu
sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. [QS Huud : 32-33].
Nabi Nuh ‘Alaihissalam
bersedih karena pada akhirnya kaumnya tetap tidak mau beriman kepadanya dan
mengikuti ajaran-ajarannya, malahan kaum yang kafir itu meminta untuk
didatangkan azab. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Nuh :
وَأُوحِيَإِلَىنُوحٍأَنَّهُلَنْيُؤْمِنَمِنْقَوْمِكَإِلامَنْقَدْآمَنَفَلاتَبْتَئِسْبِمَاكَانُوايَفْعَلُونَ
“Dan diwahyukan kepada
Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang
yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa
yang selalu mereka kerjakan.” [QS Huud : 36]. Allah Ta’ala menghibur Nabi Nuh
dengan memberitahukan bahwa kaumnya itu tidak akan ada yang beriman kecuali
orang-orang yang memang telah beriman kepadanya, oleh karena itu tidak
sepantasnya Nabi Nuh bersedih hati dan kecewa karena kemenangan yang telah
dijanjikan itu sudah dekat, yaitu waktu untuk kedatangan azab yang memang telah
diminta kaumnya.
Wahyu Allah Untuk
Membuat Bahtera
Allah Ta’ala berfirman
:
وَاصْنَعِالْفُلْكَبِأَعْيُنِنَاوَوَحْيِنَاوَلاتُخَاطِبْنِيفِيالَّذِينَظَلَمُواإِنَّهُمْمُغْرَقُونَ
Dan buatlah bahtera
itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan
dengan Aku tentang orang yang lalim itu; sesungguhnya mereka itu akan
ditenggelamkan. [QS Huud : 37].
Nabi Nuh ‘Alaihissalam
pun berdo’a kepada Allah Ta’ala :
قَالَرَبِّإِنَّقَوْمِيكَذَّبُونِ
فَافْتَحْبَيْنِيوَبَيْنَهُمْفَتْحًاوَنَجِّنِيوَمَنْمَعِيَمِنَالْمُؤْمِنِينَ
Nuh berkata: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakan aku; maka itu adakanlah suatu
keputusan antaraku dan antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang
yang mu’min besertaku”. [QS Asy-Syu'ara : 117-118]. Maka terhimpunlah
kesalahan-kesalahan kaum Nabi Nuh diantaranya adalah kekufuran, kefasikan serta
do’a keburukan yang dipanjatkan Nabi dan Rasul mereka, oleh karena itu Allah
Ta’ala mewahyukan kepada beliau untuk membuat bahtera yaitu kapal laut yang
sangat besar karena azab untuk kaumnya akan segera tiba. Allah berfirman kepada
beliau bahwa beliau tidak perlu ambil pusing lagi atas apa yang dilakukan kaumnya
sebab mereka sudah pasti tidak akan pernah mengikuti beliau.
Allah Ta’ala berfirman
:
وَيَصْنَعُالْفُلْكَوَكُلَّمَامَرَّعَلَيْهِمَلأمِنْقَوْمِهِسَخِرُوامِنْهُقَالَإِنْتَسْخَرُوامِنَّافَإِنَّانَسْخَرُمِنْكُمْكَمَاتَسْخَرُونَ
“Dan mulailah Nuh
membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka
mengejeknya. Berkatalah Nuh: “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami
(pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami).” [QS Huud : 38].
Maka mulailah beliau
membuat bahtera tersebut dan tentu saja kaumnya mengejek apa yang beliau
lakukan ini. Ada saja ejekan dan hinaan yang dilontarkan oleh kaum Nabi Nuh
kepada beliau dan mereka mengejek beliau bahwa azab itu pun tidak akan datang
karena itu adalah sesuatu yang mustahil. Nabi Nuh pun membalas ejekan mereka, “Jika
kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu
sekalian mengejek (kami),” maksudnya adalah kamilah yang seharusnya
mengejek kalian dan merasa heran kepada kalian karena terus menerus dalam
kekafiran dan pertentangan yang mana semua itu akan mendatangkan azab. Sebagian
ulama salaf berkata bahwa ketika Allah Ta’ala mengijabah do’a Nabi Nuh, Allah
memerintahkan beliau untuk menanam pohon untuk dijadikan perahu. Maka beliau
pun menanam pohon lalu menunggunya hingga seratus tahun, kemudian menebangnya
dan merautnya pada seratus tahun berikutnya. Namun ada pendapat bahwa hanya 40
tahun. Allahu a’lam.
Ibnu Abbas berpendapat
bahwa panjang bahtera Nabi Nuh adalah 1200 hasta dan lebarnya 600 hasta. Ada
yang mengatakan 2000 hasta dan lebarnya 100 hasta. Tetapi semuanya berpendapat
tingginya 30 hasta. Bahtera tersebut memiliki 3 lantai, jarak antara tiap
lantai 10 hasta, lantai dasar untuk binatang ternak dan satwa liar, lantai
tengah untuk manusia dan lantai atas untuk burung. Pintunya berada di bagian
depan sementara bagian atas kapalnya memiliki penutup. Allahu a’lam.
Allah Ta’ala berfirman
:
فَإِذَاجَاءَأَمْرُنَاوَفَارَالتَّنُّورُفَاسْلُكْفِيهَامِنْكُلٍّزَوْجَيْنِاثْنَيْنِوَأَهْلَكَإِلامَنْسَبَقَعَلَيْهِالْقَوْلُمِنْهُمْوَلاتُخَاطِبْنِيفِيالَّذِينَظَلَمُواإِنَّهُمْمُغْرَقُونَ
“Maka apabila perintah
Kami telah datang dan tannur telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam
bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga) keluargamu, kecuali
orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka.
Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zhalim, karena
sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” [QS Al-Mu'minun : 27]. Allah
Ta’ala memerintahkan Nabi Nuh untuk membawa ke dalam bahteranya setiap hewan
yang berpasangan dan semua makhluk hidup juga semua makanan untuk kelangsungan
hidup mereka. Selain itu, beliau juga diperintahkan untuk membawa serta
keluarganya, “kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa
azab) di antara mereka,” dan kecuali orang-orang kafir, karena telah sampai
dakwah dan hujjah kepada mereka. Beliau tidak perlu memikirkan mereka lagi
karena mereka sudah ditakdirkan akan mendapat azab yang dahsyat dari Allah Azza
wa Jalla.
Jumhur ulama
berpendapat bahwa “At-Tanawwur” adalah muka bumi, maksudnya adalah bumi yang
mengeluarkan air dari berbagai arah hingga terpancar juga api dari dalamnya.
Ali bin Abi Thalib berkata, At-Tanawwur adalah waktu fajar/subuh dan tanwir
Al-Fajr adalah cahaya fajar yakni ketika waktu itu tiba pada waktu fajar
maka bawalah setiap yang berpasangan. Ini adalah pendapat yang gharib.
Sebagian ulama
meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa yang paling pertama masuk bahtera Nuh adalah
burung Ad-Durrah (sejenis beo) dan yang paling terakhir masuk adalah
hewan dan keledai. Iblis juga masuk dengan bergelayutan di perut keledai [HR
Ibnu Jarir (At-Tafsir 12/37); sanadnya terdiri dari para perawi dha'if].
Al-Hafizh Ibnu Abu
Hatim berkata, dari Aslam, bahwa Rasulullah bersabda, “Ketika Nuh membawa
seluruh pasangan dua-dua ke dalam bahtera, para pengikutnya berkata, ‘Bagaimana
kita merasa nyaman -atau bagaimana hewan ternak merasa aman- sedangkan kita
tinggal bersama singa.’ Maka Allah Ta’ala memberikan demam kepada singa dan itu
merupakan demam pertama yang Allah turunkan ke bumi. Kemudian mereka mengadukan
tikus, ‘Al-Fuwaisiqah merusak makanan dan barang-barang kami.’ Lalu Allah
mewahyukan kepada singa, singa tersebut bersin dan keluarlah kucing darinya,
tikus tersebut bersembunyi darinya.” [HR Ibnu Abu Hatim (At-Tafsir no. 10871);
dalam sanadnya terdapat Abdullah bin Shalih, juru tulis Laits, shaduq
katsirul ghalath dan Ibnu Katsir berkata ini hadits mursal].
Para ulama berbeda
pendapat terkait jumlah penumpang bahtera Nabi Nuh, diantaranya :
- Ibnu Abbas berkata
bahwa mereka berjumlah 80 orang bersama para istri mereka.
- Ka’ab Al-Ahbar
berkata mereka ada 72 orang.
- Sebagian ulama
berkata 10 orang.
- Sebagian lagi
berkata, Nuh bersama anaknya yang tiga dan Kan’an yang empat yang kemudian
tewas tenggelam. Namun perkataan ini bertentangan dengan zhahir ayat, karena
ditetapkan bahwa yang turut serta ke dalam bahtera adalah orang-orang yang
beriman.
Anak-anak Nabi Nuh
berjumlah 4 orang, yaitu Ham, Sam, Yafits dan Yaam yang oleh ahli kitab
dinamakan Kan’an. Yaam atau Kan’an inilah anak yang durhaka kepada Nabi Nuh
yang akhirnya tewas tenggelam. Dan ada perbedaan pendapat mengenai istri Nabi
Nuh, ada yang berkata bahwa dia adalah termasuk orang yang tenggelam dan juga
termasuk yang sebelumnya dikatakan kekufurannya. Sedangkan ahli kitab
berpendapat dia ikut masuk ke dalam bahtera dan kafir setelahnya atau
ditangguhkan azab baginya hingga hari kiamat. Pendapat pertama lebih mendekati
kebenaran karena sesuai firman Allah Ta’ala :
وَقَالَنُوحٌرَبِّلاتَذَرْعَلَىالأرْضِمِنَالْكَافِرِينَدَيَّارًا
“Nuh berkata: “Ya
Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu
tinggal di atas bumi.” [QS Nuh : 26].
Terjadilah Azab Allah
yaitu Angin Topan dan Banjir Bandang
Hari dan azab yang
dijanjikan pun tiba. Pada hari yang mengerikan itu, bumi seakan-akan
memuntahkan apa yang ada di dalamnya, angin topan dan banjir bandang yang
dahsyat, bencana besar kepada kaum yang kafir dan azab yang mereka nanti-nantikan.
Sungguh, Maha Benar Allah akan segala janjiNya untuk memenangkan kaum mukminin
yang hanya beribadah saja kepadaNya serta kecelakaan besar kepada kaum yang
menyekutukanNya. Para ulama seperti Ibnu Jarir telah menyebutkan bahwa angin
topan terjadi pada tanggal 13 bulan Ab, pada hitungan koptik, sebagaimana
firman Allah Ta’ala :
لِنَجْعَلَهَالَكُمْتَذْكِرَةًوَتَعِيَهَاأُذُنٌوَاعِيَةٌ
“Agar kami jadikan
peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau
mendengar.” [QS Al-Haqqah : 12]
Sekelompok ahli tafsir
berkata, air pasang ke atas permukaan bumi hingga mencapai gunung-gunung, 15
hasta dan itu merupakan pendapat ahli kitab [HR Ibnu Jarir (At-Tafsir 29/54);
Abdurrazzaq (no. 3306); dan disebutkan As-Suyuthi (Ad-Duur Al-Mantsur 6/407)].
Ada yang mengatakan hingga 80 hasta [HR Ibnu Abu Hatim (At-Tafsir no. 1594)],
hingga semua isi bumi terselimuti air tersebut dan tidak ada makhluk hidup yang
tersisa baik yang kecil maupun yang besar.
Allah Ta’ala berfirman
:
وَهِيَتَجْرِيبِهِمْفِيمَوْجٍكَالْجِبَالِوَنَادَىنُوحٌابْنَهُوَكَانَفِيمَعْزِلٍيَابُنَيَّارْكَبْمَعَنَاوَلاتَكُنْمَعَالْكَافِرِينَ
قَالَسَآوِيإِلَىجَبَلٍيَعْصِمُنِيمِنَالْمَاءِقَالَلاعَاصِمَالْيَوْمَمِنْأَمْرِاللَّهِإِلامَنْرَحِمَوَحَالَبَيْنَهُمَاالْمَوْجُفَكَانَمِنَالْمُغْرَقِينَ
Dan bahtera itu
berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil
anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku,
naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang
yang kafir.” Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang
dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari
ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang
menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang
yang ditenggelamkan.” [QS Huud : 42-43]
Anak Nabi Nuh yang
dimaksud dalam firman Allah Ta’ala adalah Yaam (Kan’an), saudara Sam, Ham dan
Yafits. Dia kafir dan mengerjakan amalan yang tidak shalih. Dia menentang
ayahnya dalam agama dan madzhabnya maka dia pun ditenggelamkan dan mati
sementara yang tidak senasab dengan ayahnya (yaitu pengikut-pengikut Nabi Nuh)
justru selamat karena mengikuti agama ayahnya.
Pelajaran berharga :
Nabi Nuh yang adalah
seorang Rasul Allah, tidak kuasa menyelamatkan anaknya dari bencana dan azab,
ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa nasab seseorang biarpun ia adalah
keturunan orang shalih, Nabi atau Rasul, sama sekali tidak bermanfaat jika sudah
sampai pengadilan Allah karena yang diperhitungkan oleh Allah Ta’ala adalah
amal shalih seseorang. Jika ia bertauhid dan banyak beramal shalih sesuai
ajaran, maka itulah yang akan menyelamatkannya. Jika ia tidak bertauhid, tidak
beramal shalih, banyak berbuat bid’ah, kufur, maka itulah yang akan
membinasakannya. Benarlah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam, “Barangsiapa lambat dalam amalnya, maka nasabnya tidak akan
bisa mempercepatnya.”
Keluarnya Nabi Nuh dan
Pengikutnya dari Dalam Bahtera
Allah Ta’ala berfirman
:
قِيلَيَانُوحُاهْبِطْبِسَلامٍمِنَّاوَبَرَكَاتٍعَلَيْكَوَعَلَىأُمَمٍمِمَّنْمَعَكَوَأُمَمٌسَنُمَتِّعُهُمْثُمَّيَمَسُّهُمْمِنَّاعَذَابٌأَلِيمٌ
“Difirmankan: “Hai
Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami atasmu
dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada
(pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia),
kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami.” [QS Huud : 48]
Ini merupakan perintah
kepada Nabi Nuh ‘Alaihissalam ketika topan telah mereda dan air sudah surut
pada permukaan bumi, sehingga Nuh dan pengikutnya dapat melangkah di atasnya,
tinggal disana, untuk turun dari bahtera setelah mereka melakukan perjalanan
yang sangat dahsyat di atas gunung Jadi, sesuai dengan firman Allah Ta’ala :
وَقِيلَيَاأَرْضُابْلَعِيمَاءَكِوَيَاسَمَاءُأَقْلِعِيوَغِيضَالْمَاءُوَقُضِيَالأمْرُوَاسْتَوَتْعَلَىالْجُودِيِّوَقِيلَبُعْدًالِلْقَوْمِالظَّالِمِينَ
“Dan difirmankan: “Hai
bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” Dan air pun
disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas
gunung Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zhalim.” [QS Huud :
44].
Maksud dari firman
Allah, “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari
Kami,” adalah turunlah dengan selamat dan penuh keberkahan atasmu dan atas
umatmu yang akan melahirkan generasi selanjutnya, yakni dari anak-anakmu,
sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menjadikan keturunan selain dari Nuh
‘Alaihissalam. Ini sesuai dengan firman Allah :
وَجَعَلْنَاذُرِّيَّتَهُهُمُالْبَاقِينَ
“Dan Kami jadikan anak
cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.” [QS Ash-Shaffat : 77].
Maka semua yang berada
di atas permukaan bumi pada hari itu hingga sekarang berasal dari tiga anak Nuh
yaitu Sam, Ham dan Yafits.
Imam Ahmad bin Hanbal
meriwayatkan dari sahabat Samurah bin Jundab bahwa Nabi Shallallahu alaihi
wasallam bersabda, “Sam adalah nenek moyang bangsa arab, Ham adalah nenek
moyang bangsa Habasyah dan Yafits adalah nenek moyang bangsa Romawi. [HR Ahmad
no. 19594; Syaikh Al-Albani mendha'ifkannya dalam Adh-Dha'ifah no. 3683].
Al-Hafizh Al-Bazzar
meriwayatkan dari Sa’id Al-Musayyib, dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam bersabda, “Nuh dikaruniai anak yang bernama Sam, Ham dan
Yafits. Sam dikaruniai bangsa Arab, Persia dan Romawi, kebaikan berada di atas
mereka. Yafits dikaruniai bangsa Ya’juj dan Ma’juj, Turki dan Ash-Shaqabilah
yang mana tidak ada kebaikan atas mereka. Sedangkan Ham dikaruniai bangsa
Koptik, Barbar dan Sudan.” [HR Al-Bazzar (Al-Kasyf no. 218); Ad-Dailami (Musnad
Al-Firdaus no. 7124)].
Ibnu Abbas berkata,
“Kaum lelaki yang bersama Nuh ‘Alaihissalam di dalam bahtera berjumlah 80
orang, mereka ditemani oleh keluarga mereka dan mereka berada dalam bahtera
selama 150 hari. Allah Ta’ala mengarahkan bahtera tersebut ke Makkah,
berkeliling di Al-Bait selama 40 hari, lalu Allah mengarahkannya ke gunung Judi
dan menetap disana. Lalu Nuh mengutus gagak untuk mengetahui kabar bumi, gagak
itu pun terbang dan berhenti pada seonggok mayat, kemudian Nuh mengutus merpati
lalu ia pun datang dengan membawa daun zaitun dan daun tin di cakarnya, maka
Nuh mengetahui bahwa air telah surut. Beliau pun turun ke bawah gunung Judi dan
membangun sebuah desa dan menamakan desa itu Tsamanin. Hingga pada suatu hari
lidah mereka terbiasa dengan 80 bahasa, salah satunya bahasa Arab, terkadang
sebagian mereka tidak memahami bahasa sebagian yang lain, lalu Nabi Nuh
menjelaskan kepada mereka.” [HR Ibnu Abu Hatim (At-Tafsir no. 10882)].
Qatadah dan yang
lainnya berkata, “Mereka naik ke dalam bahtera pada tanggal 10 Rajab dan
mengarungi bumi selama 150 hari dan menetap di Judi selama sebulan. Mereka
keluar dari bahtera pada hari Asyura di bulan Muharram.” [HR Ibnu Jarir
(At-Tafsir 12/47, Tarikh 1/118)].
Sebagian kalangan
orang-orang bodoh -dari Persia dan India- mengingkari adanya peristiwa topan
dan banjir bandang, tetapi sebagian lagi mengakuinya, mereka berkata, “Banjir
bah tersebut hanya terjadi di daerah Babil dan tidak sampai negeri kita. Dan
kita masih mewarisi kekuasaan dari zaman Adam hingga sekarang.” Ini merupakan
perkataan orang-orang zindiq Majusi para penyembah api dan para pengikut setan
dan Iblis. Perkataan itu merupakan pendustaan terhadap Allah Tuhan Pencipta
langit dan bumi. Sementara para pemuka agama dan para ulama telah sepakat, para
perawi dari para Rasul telah menukil kabar peristiwa ini dengan jumlah
mutawatir di kalangan manusia dari seluruh zaman yang menunjukkan bahwa memang
peristiwa ini telah terjadi. Bencana ini ditimpakan ke seluruh muka bumi dan
tidak ada orang kafir yang tersisa sebagai bentuk jawaban Allah Ta’ala terhadap
do’a RasulNya yang ma’shum.
Allahu a’lamu
bishawab.
Semoga bermanfaat.
[Al-Bidayah wa
An-Nihayah karya Al-Hafizh Imadudin Abul Fida' Ibnu Katsir dengan peringkasan,
penerbit Pustaka Azzam]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar